KOMPAS.com -
Banyak orang tidak mencampuradukkan dunia kerja dengan dunia seni.
Dunia seni dianggap lebih dekat dengan dunia hiburan yang semata
berorientasi kesenangan. Sementara, dunia kerja adalah dunia yang
serius, di mana upaya lebih banyak difokuskan dengan pencapaian target
dan uang. Benarkah demikian?
Ketika penyanyi senior yang kondang
Annie Lenox diwawancarai, ia mengatakan bahwa sumber kesuksesannya
adalah kerja yang teramat keras. Orang tuanya yang pembuat kapal kayu
mewariskan etika kerja keras. Itu sebabnya ia tidak pernah meninggalkan
cara-cara yang kaku dalam mengatur waktu, berlatih, dan mempersiapkan
show-shownya.
Para artis kondang di negeri ini pun rasanya
melakukan hal yang sama. Performance di panggung yang memukau merupakan
hasil kerja keras yang tidak main-main. Jadi, apa bedanya seniman dan
budayawan dengan CEO, lawyer, pialang saham, atau ilmuwan?
Bila
kita menelaah lebih dalam, banyak hal yang bisa kita pelajari dari dua
dunia yang seolah berbeda ini: bisnis dan seni. Seorang artis bisa saja
memiliki tampilan yang nyentrik, mengecat rambut, dan membiarkan
rambutnya gondrong. Namun, yang juga perlu kita pahami adalah bahwa
artis juga mempunyai target kualitas tertentu dan tidak mencapai
keberhasilannya dengan santai.
Para manager korporasi memang
tampil lebih serius, karena dituntut oleh hasil yang kebanyakan jangka
pendek. Namun, kita juga tahu bahwa untuk sukses di dunia bisnis tidak
bisa dilakukan dengan mengandalkan kepintaran dan ketrampilan teknik
atau hardskills semata, tetapi sangat dipengaruhi kompetensi
softskills yang lebih mengandalkan seni, seperti seni membangun
relasi, mengelola manusia. Banyak orang sukses sebagai pebisnis, ahli
keuangan, ahli negosiasi, tanpa menyandang kualitas sebagai pemimpin
yang sukses. Mengapa demikian? Karena kepemimpinan adalah seni.
Kharisma artistik seorang pemimpin
Pernahkah kita menyimak kesamaan seniman besar seperti Iwan Fals dengan pemimpin besar semacam Bung Karno?
Bukankah keduanya kita kenal bisa memiliki kharisma yang memukau
komunitas, sampai-sampai mereka bisa jadi sedemikian fanatik dengan
dirinya? Respons khalayak terhadap karya seorang artis sama dengan
respons terhadap pemimpin yang dikaguminya. Baju, benda-benda yang
dimilikinya, seolah-olah keramat, dan dianggap mengandung kekuatan.
Kualitas istimewa apa yang menempel pada pemimpin berkarisma seperti
ini?
Kekaguman masyarakat pada kedua tokoh ini demikian kuat,
karena alasannya jelas, yaitu kompetensi. Keduanya mempunyai kemampuan
mengorkestra berbagai kekuatan dan menciptakan hubungan yang saling
respek antara si pemimpin dan panutan, yang juga tidak terlepas dari
kekaguman akan ketrampilan pemimpinnya. Situasi ini pasti ditimbulkan
oleh adanya kekuatan yang genuine yang ada pada diri pemimpin.
Kedua
tokoh ini sangat berorientasi sosial, mereka mengumandangkan tantangan,
memukau, menenangkan, dan memotivasi. Visinya jauh ke depan, besar,
kuat, dan menyangkut dunia, diri kita sendiri dan pilihan kita.
Kualitas
lain yang juga superpenting dari seorang pemimpin adalah konsistensi
terhadap keyakinannya. Konsistensi kehendak seorang pemimpin terlihat
oleh panutannya sebagai fokus, dan bisa terbaca dengan mudah oleh semua
penganutnya. Semua strategi, policy, dan struktur perlu dikelola dan
dikomunikasikan secara utuh dan menyeluruh. Meski harus menangani
kompleksitas tingkat tinggi, ia pun penuh imajinasi dan sense of
humor. Ia pun haruslah bebas dari kehendak untuk ja-im, memikirkan atau
khawatir tentang diri sendiri, atau bahkan kantong sendiri, sehingga
seolah selfless.
Bila dalam ilmu kelola panggung seorang artis
sering dianalisa dari komunikasinya dengan penonton, maka hal ini pun
perlu diterapkan terhadap seorang pemimpin. Pemimpin harus mengecek
apakah komunikasinya mata ke mata, hati ke hati, bahkan dua arah? Apakah
hubungannya seolah dekat dan tidak terpisahkan? Bila dalam manajemen
panggung seorang artis diingatkan untuk manggung, seolah ini adalah
kesempatan pertama dan terakhir, seolah tidak akan ada kesempatan untuk
mengulang pertunjukan lagi.
Seorang pemimpin pun sebenarnya perlu
diingatkan juga untuk memanfaatkan setiap momentum untuk berinteraksi
dengan serius dan hati-hati, serta all out. Sebagai pemimpin, sudahkah
kita berusaha merangkul komunitas dan melihat dalam-dalam apa yang
mereka butuhkan?
Prinsip pemimpin kreatif
Seorang
pemimpin yang sukses, pasti tahu cara memindahkan passion-nya terhadap
karya, konsep, dan visinya, ke dalam manajemen dan keteraturan
administratifnya. Keseimbangan antara masa depan dan masa sekarang,
kerja kreatif dan administratif, sudah dikuasainya betul, bahkan tidak
berbatas. Respons pemimpin yang kreatif lebih lincah dan bersifat real
time, fleksibel terhadap perubahan-perubahan last minute.
Pemimpin
juga perlu mem-benchmark artis dalam membuat koreksi dan melihat
kesalahan sebagai pemicu perbaikan. Cara seorang artis melihat kegagalan
biasanya lebih tough daripada seorang pemimpin, karena artis segera
akan menuduh dirinya kurang latihan dan mendera dirinya untuk lebih baik
lagi, bila gagal.
Kita bisa mencontoh juga kelenturan para artis
untuk berkolaborasi. Artis terbiasa untuk mengadakan group show dengan
kelompok-kelompok lain, meskipun berbeda genre. Bahkan dengan para
kompetitornya sekalipun kolaborasi lebih mudah dilakukan. Alangkah
baiknya, dijaman co-opetition seperti ini, kita berkompetisi tetapi
berkolaborasi juga. Sudah tidak jamannya juga seorang pemimpin tidak
bisa berbicara.
Saat sekarang, tidak ada artis panggung yang
tersipu-sipu malu bila disuruh berbicara di depan umum. Ia harus
menangkap kesempatan ini sebagai kesempatan emas, untuk menarik simpati
lebih banyak lagi. Hal yang juga terpenting adalah bahwa artis lebih
mudah belajar dari orang lain. Setiap kali ada yang memainkan alat
musik, yang tidak lazim, biasanya artis lain langsung saja mengajukan
sederet pertanyaan yang curious.
Sebagai pemimpin apakah kita
masih gila hormat dan gila pangkat? Sudahkah kita mengecek apakah kita
mempunyai kualitas kepemimpin yang artistik ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar