Minggu, 13 November 2011

Ibadah Haji dan dampak kesalihan shosial.


Alhamdulillah, sejak kemarin kita sudah mendengar beberapa jama’ah haji Indonesia telah kembali ke tanah air. Sanak family yang menanti kembalinya para jamaah dengan suka cita menyambut kembali para jamaah haji tersebut. Pada dasarnya, Haji menurut bahasa berarti menyengaja sesuatu. Sedangkan menurut syar’i haji adalah menyengaja atau sengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.
Dengan kembalinya para jamaah haji ke tanah air, kita berharap memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan sosial minimal dari perubahan tingkah laku pelaku haji tersebut. Minimal seorang yang melaksanakan ibadah haji, akan berusaha berintropesksi diri. Dan berharap ibadah haji yang telah dilaksanakan diterima sang Khalik, sehingga menjadi haji yang mabur dan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan bermasyarakat berupa uswah dalam perbuatan shalih di lingkungan sekitar. Sehingga ibadah haji memberikan dampak kesalihan sosial.
Bila kita perhatikan dengan seksama, pelaksanaan ibadah haji sangat pekat mengajarkan tentang kebersamaan, toleransi, tolong menolong dan interaksi dengan sesama –khususnya kaum muslimin-- dari berbagai belahan dunia dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda, semua itu dapat menggiring kita pada satu kesadaran bahwa selain sebagai hamba Allah yang harus tunduk kepada-Nya, sebagai muslim kitapun tak lebih merupakan salah satu bagian dari umat yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Dari kesadaran tersebut diharapkan lahir kesadaran dan tanggung jawab sosial untuk menjadi unsur perubah yang positif di masyarakat.
Nilai –nilai yang terkandung dalam rutinitas ibadah haji sejatinya dapat diimplementasikan para jamaah haji ketika para jemaah itu pulang ke Tanah Air. Antara lain; Penggunaan pakaian ihram yang serba putih bagi seluruh jamaah dari semua penjuru dunia menunjukkan bahwa manusia sederajat dimata Allah tanpa ada perbedaan. Adanya qurban (baik dikarenakan dam atau sekedar untuk taqorrub kepada Allah) mendidik kita untuk memperbanyak sedekah dan peka terhadap keadaan perekonomian (kemiskinan) masyarakat disekitar. Wuquf di arafah juga mengajarkan untuk saling mengenali satu dengan yang lainnya sesama muslim serta saling mengingatkan dalam kebaikan.
Seyogyanya kita tidak sekadar memaknai ibadah haji sebagai rekreasi ruhani semata atau sekadar memenuhi kepuasan religius pribadi, apalagi jika hanya untuk sebuah prestise gelar semata, namun sebagai salah satu upaya yang sangat penting dalam memperbaiki diri demi kehidupan sosial ummat yang lebih positif.
Karena pada dasarnya haji merupakan wujud dari niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga memberikan efek perubahan positif dalam diri yang dapat medorong perubahan lingkungan menjadi lebih baik. Namun, bila haji diniatkan hanya demi sebuah tambahan gelar didepan agar dipandang mulia dilingkungan sekitar, maka tidaklah salah bila gelar haji yang disandang diplesetkan oleh masyarakat sekitar menjadi Haji TOMAT (Haji ketika berangkat tobat, pulang haji kembali kumat!) Na’izubillah
Gelar “haji Tomat” disandingkan pada seorang yang ketika hendak berangkat haji benar-benar bertobat dari segala macam maksiat yang pernah dilakukannnya dan benar-benar telah mempersiapkan dirinya untuk melakukan ibadah haji di tanah suci Mekah sesuai dengan tutunan yang diajarkan, namun setelah pulang haji, pelan – pelan maksiat kembali menjadi bagian kehidupannya, tingkah laku tak patuk dipuji apa lagi ditiru, pakean kembali mengumbar bahkan mengratiskan aurat. Na’izubillah
Ujian terbesar jamaah haji pada dasarnya ketika kembali ke tanah air, yaitu mempertahankan nilai-nilai positif yang telah didapatkan selama melaksanakan ibadah haji. Bila nilai-nilai positif dari ibadah haji dapat dipertahankan, maka sesungguhnya umat muslim memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membangun karakter bangsa. Setiap individu –terutama mereka-mereka yang telah berhaji– mampu menjadi uswah bagi keluarganya, baik dalam ibadah kepada Allah dan bergaul dengan sesama manusia, maka sesungguhnya Indonesia akan menjadi negara yang damai, penuh kasih sayang dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan perekonomian yang mampu mensejahterakan rakyat
Karena sesungguhnya ritual ibadah haji mengajarkan dan mendidik pelakunya untuk meniatkan segala sesuatunya hanya untuk dan karena Allah, dengan selalu berzikir dan memuji keagungan-Nya, tidak membeda-bedakan manusia karena semua sederajat dihadapan Allah, saling mengenal agar bisa saling membantu dan menasehati dalam kebaikan serta berqurban atau bersedekah untuk membantu kesulitan saurada seiman demi mengharapkan ridha Allah. sehingga ibadah haji bukan sekedar formalitas agama tanpa makna, namun dapat memberikan dampak positif bagi keshalihan sosial.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar